KM.Mellbao: Rabu (15/10/2012)
malam, saat tim melintas diseputaran malomba jalan ke ampenan. Beberapa bulan
terakhir ini suasana di taman tugu adipura malomba tersebut menceritakan
keramaian, nampak dari kejauhan kerumunan orang-orang dari berbagai kalangan
yang terutama terlihat kebanyakan di dominasi anak muda baik yang duduk berduan
dengan pasangan lawan jenisnya atau pun sekelompok anak muda yang asik dengan
cengkrama canda tawa.
Saat di keroscek lebih
dekat suasana keramaian taman adipura tersebut memang telah disulap menjadi
lapak untuk berdagang menawarkan jualan-jualan ringan ala duduk santai. Ada
rokok, kopi, cemilan, kuwaci dan banyak menu makanan ringan sebagai pilihan untuk
pengunjung yang mau meluangkan waktu menikmati suasana santai malam di taman
bundaran adipura malomba tersebut.
Tempat setrategis dengan
suasana pemandangan lalu-lalu-lalang kendaraan dari berbagai jenis dan merek
baik dari arah timur maupun barat, karena taman tersebut merupakan bundaran
yang memisahkan jalur antara jalan yang menuju ke ampenan dengan jalan yang
menuju ke cakra negara (jalan langko).
Sehinga banyak pengunjung
yang mengaku merasa nyaman dan santai dengan suasana tersebut. Bahkan ijan
salah satu pengunjung yang mengaku dari lombok timur mengungkapkan dengan
suasana lampu remang, kebisingan kendaraan yang lalu lalang menjadi daya tarik
yang asik, karena sambil nongkrong santai kita bisa cuci mata dengan mengamati
pengguna kendaraan yang berbagai mode dan gaya berkendaraannya lalu-lalang di
jalan raya.
Taman tersebut tidak
seluas taman udayana, atau sangakareang yang ada dikota mataram ini, namun
bentuk segiti bundar memanjang ke barat menjadi pemandangan yang menarik. Apa
lagi temarang lampu jalan yang menerangi membuat taman tersebut tidak terlalu
gelap dan tersembunyi.
Cukup motor di parkir di
luar pagar taman. Sementara pedagang yang menggelar dagangannya terlihat
kebanyakan kalangan muda-muda. Dan setelah ditanya diantara mereka, kebanyakan
mengaku masih setatus kuliah atau mahasiswa.
Sebut saja Eko, pedagang
yang menggelar dagangannya dengan modal meja kecil, kardus, dan beberapa tikar
mengambil posisi paling ujung barat, mengaku ia masih tercatat mahasiswa aktif
di fakultas ekonomi UNRAM.
Tuturnya, ia memulai
usaha ini sudah hampir memasuki dua bulanan dengan modal patungan dari beberapa
temannya sesama mahasiswa meski berbeda kampus, yakni IKIP dan IAIN. Rekannya
saat itu disebutkan rudi, pahrudin yang kebetulan tidak ada dilokasi. Sementara
pengakuan dari eko keuntungan yang didapat dalam catatan permalamnya bisa
mengantongi 150.000 hingga 200.000 an lebih.
Tergantung sepi-ramainya
pengunjung. Saat tim menanyakan sistem retribusi pemakaian tempat, ia mengaku
tidak dipungut biaya apa-apa, baik biaya sewa tempat oleh pemerintah atau
parkir atau uang upti untuk pereman.
Sehingga dengan gamblang
ian mengaku tidak ada sistem izin usaha atau izin pemakain tempat lainnya.
Murni mereka berdagang dengan inisiatip sendiri berdasarkan penglihatan mereka
akan banyaknya pedagang kaki lima disana yang mengelar dagangannya.
Eko menambahkan selama
ini ia dan teman-temannya masih sebatas memutar dana modal tersebut untuk
menambah jenis dagangannya, sehingga belum ada istilah bagi hasil yang
digunakan dalam usahanya tersebut.
Cendrung ia menyebutkan
motif untuk memulai usaha dari kecil-kecilan ini, pingin belajar dan serius
untuk memanfaatkan waktu luang dan mengurangi biaya-biaya beban kuliah sekedar
uang bensi. Disamping itu ia juga menyebutkan untuk menghilangkan rasa gengsi,
karena kebanyakan mahasiswa malu, apatis terhadap usaha-usaha seperti ini.
Celetuknya. JA