Opini KM.Mellbao: Saat ini umat manusia tengah memasuki sebuah era baru
(news era) media dan supremasi kultur tulis- menulis. Demikian sebuah
kutipan dari Ernes Gellner dalam sebuah bukunya yang sangat terkenal
(Postmodernism Reason and Religion).
Dalam kultur mengamatan saya tentang
pendapat Gellner tampaknya memang benar
masa depan dunia akan didominasi oleh komunitas yang memiliki kultur
tulis-menulis dalam bentuk apapun dan mereka itulah yang akan membawa dunia kemana yang mereka inginkan. Oleh karena itu,
komunitas mana pun yang ingin menjadi
pemain dunia global mereka harus
masuk dan menjadi pemain dalam kultur tulis-menulis itu.
Mengutip media, yang dikatakan oleh Akbar S. Ahmed, media
telah menjadi sebuah perhatian dunia. Ke mana mereka menghadap, ke situlah mata
dunia mengarah. Bahkan, media telah berhasil megangkat berbagai kebaikan yang
selama ini tertimbun oleh kezaliman. Dan
sebaliknya, sebagian media juga telah sering kali mengubur sebuah kebaikan
timbunan imformasi kepalsuan karena pengaruhnya di tengah masyarakat.
Jadi
tidak berlebihan jika kita katakan di bagian
harian Kompas mengatakan media
telah menjadi “penyambung mata pena” kaum intelektual kita pada masyarakat
daerah saat ini, nasional, dan bahkan misalnya sering kita telah baca di
beberapa media online tulisan para mahasiswa kita yang diluar negeri dan Negara
lainya.
Meskipun begitu kita sadari bersama, karena memang
derasnya arus gelombang kultur tulis- menulis di dunia global ini, memang
masih sangat terasa kita rasakan bahwa
dikalangan intelektual kita di NTB masih
lemah dan kita jauh ketinggalan kalau dibandingkan dengan daerah lain yang
begitu greget dalam dunia tulis-menulis,
dari masalah ini kira-kira apa yang salah di sini?.
Kalau kita buat semacam generalisasi, ternyata masyarakat
kita di NTB dan termasuk sebagian besar intelektual kita masih lebih banyak
menganut dan mengunakan kultur lisan daripada mengunakan budaya tulis-menulis
sebagaimana kebanyakan masyarakat kita diamana mereka dilahirkan dibesarkan.
Kultur lisan yang semacam ini tentunya tidak merupakan kelanjutan wajar dari
sebuah tradisi intektual dan para ilmuan
klasik kita.
Kalau kita sedikit kembali playsback para intelektual zaman
itu sangat tangkas dalam dunia tulis-menulis dan berbicara secara lisan dalam
menyampaikan ide (gagasan-gagasan) mereka, hingga sampai ke tangan kita hari
ini.
Memang kalau dikonfirmasikan kepada para intelektual
kita, mengapa kita masih belum beranjak dari kultur lisan itu, kira-kira
begitulah pertayaannya yang paling tepatkan untuk diungkapkan dalam kondisi ini, ataukah sebagian besar
intelektual kita di NTB masih juga belum beranjak dari beberapa masalah ini.
Pertama, dalam kegiatan menulis belum mendapat
penghargaan yang wajar dan sebanding dengan tenaga serta dana yang digunakan. Kedua, masih
kurangnya media massa yang menaruh perhatian serius terhadap berbagai pemikiran
dan gagasan dari intelektual kita. Media masa tampaknya tertarik mengutip
pernyataan para pejabat ketimbang gagasan brilian para intelektual kita.
Ketiga, di NTB khusunya belum memiliki penerbitan yang begitu berkualitas dan
berkomitmen yang tinggi terhadap ilmu dan pemikiran.
Begitulah fakta yang tidak
terbantahkan, sehingga tampaknya semuanya bagaikan lingkaran setan, para
penerbit enggan menerbitkan karya-karya para intelektual karena mereka pandang
kurang menguntungkan dari dari dunia marketing, sementara para akademisi kurang
dapat mengevaluasi dan meningkatkan kemampuan mereka karena karya mereka belum
diterbitkan.
Sementara disisi lain, para intelektual tidak rajin menulis
karena mereka merasa bahwa tulisan dan gagasanya kurang mendapatkan
respons dari penerbit atau para donator. Tegasnya kita semua belum
mendapatkan menciptakan munculnya gelombang kultur dunia tulis- menulis yang
sejajar dengan para intelektual Negara lain.
Beberapa penerbit dan Koran dalam
media di NTB sebagian saja yang berani
memberikan semacam honor kepada para inteletual yang sering mengirim tulisan
mereka di media publik, mungkin dengan seperti dapat memberikan gairah yang
sifatnya positif demi penumbuhkan budaya dunia tulis menulis di kaum
intelektual kita.
Dengan begitulah penerbit
dan pengelola media masa telah menjalankan sebuah tanggung jawab
besarnya untuk melahirkan manusia yang
memiliki kapasitas intelektual di NTB
sehingga pada gilirannya semua kita dapat turut bermain dan menjadi dari bagian
pemain utama dari era baru perkembangan
dunia yang digerakan oleh budaya dunia tulis- menulis.
Sejajar dengan semangat
tersebut maka kaum intelektual di NTB
khususnya dan seluruh masyakat sudah waktunya menyadari bahwa budaya
tulis-menulis akan secepatnya dengan kultur lisan membawa manusia dan intelektualnya ke dalam surge… wallahu
‘alam bissawab. (yar)