|
Pak Suroso Pemilik Kopi cap 555 |
KM.Mellbao: Tak pasang papan nama,
cukup pengemar setia kopi 555 yang tau, pengusaha kopi 555 ini begitu kondang dengan
resepnya dalam meracik kopi lokal.
“Tidak mesti mahal yang penting rasanya. Banyak
orang pergi ke Mekkah membawa kopi cap 555, kalau tidak minum kopi ini mereka
bilang pusing,”katanya Suroso pemilik perusahan kopi lokal.
Sebuah bangunan tua di
kawan Jln. Langko, Kelurahan Pelita, Dasan Agung, Ampenan. Suatu pagi, pukul
08.00. kegiatan diruang produksi kopi itu tampak sibuk. Beberapa orang sedang
membungkus kopi, sementara dua orang lainnya kelihatan sedang mengoreng biji
kopi kering. Seorang lelaki berjalan hilir mudik.
Dia membawa kopi yang baru
saja selsesai dibungkus, lalu memasukan ke plastik berwarna merah motornya. “Motor itu berisi
sekitar 100 bungkus kopi yang siap diantar, mereka biasanya berangkat dari sini
sekitar pukul 09.00 pagi.
Keliling mendatangi kios sesuai wilayah pemasaran
masing-masing,” ujar Suroso (52), pemilik usaha kopi bubuk “cap 555”. Saat ini,
perusahaan kopi bubuk cap 555 memiliki 7 karyawan tetap. Saat Suroso meneruskan
usaha orangtuanya sejak kopi itu, 65 tahun lalu, lokasinya mengalami perpindahan.
Dulu sebelum ke Ampenan, sempat membuka usaha di Cakranegara.
“Tapi, saat ini usaha
kopi tetap di Ampenan dan tidak membuka cabang, cukup di sini,” ujar bapak tiga
orang anak ini. Di Lombok, pengusaha kopi berdarah Jawa Barat punya tekad yang
kuat dalam mempertahankan citra rasa kopi cap 555-nya. Buktinya dengan
meningkatnya pesanan kopi kemasan bubuk 50 kg Rp, 3000 terus mengalami
peningkatan dari kios dan hotel di Lombok.
Usaha kopi cap 555 yang
dibangun Suroso didirikan pada tahun 1950, saat itu ia masih kecil berumur 17
tahun. Kemauan yang kuat untuk meneruskan usaha orangtua. Sebelumnya, Suroso
hannya membantu orangtua. Setelah punya pengalaman dan pengetahuan baru, dia
beranikan diri untuk melanjutkan usaha sendiri.
|
Kopi Sajang, Sumbalun menjadi bakan baku kopi cap 555 |
Dia bersyukur usaha kopinya tetap
berjalan dengan baik. “Zaman dulu masih punya lahan sendiri untungnya lumayan.
Bisa dua kali lipat, nah untung kopi tersebut tersebut terus diputar untuk
keberlanjutan usaha kopi cap 555 saat ini,” Ujarnya.
Tapi, kini untung usaha
kopi makin menipis, hal tersebut disebabkan karena bahan baku kopi kering Robusta harus dibeli sendiri dari pasar
Sweta dalam per kwintal mencapai Rp 25 juta. “bisa untung lima persen saja
sudah bagus katanya,” katanya. Saat ini, Suroso bisa menikmati masa tuanya
dengan hasil keuntungan dari kopi cap 555 dengan hitungan omzetnya yang
mencapai Rp 50 hingga Rp 60 Juta per bulan.
Tanpa Resep
Sejak itu pula
pelanggan kopi cap 555 pak Suroso semakin banyak berasal dari berbagai kalangan.
Bahkan ia sering kewalahan menerima pesanan dari luar, hingga banyak pembeli
terus menanti dengan setia. Ketika ditanya apa resep kopi cap 555 bisa bertahan
selama 65 tahun.
Ia sendiri mengakui tidak memilki resep khusus yang membuat
kopi cap 555 menjadi laris dan digemari banyak kalangan. Memiliki keahlian
dalam mengoreng butuh kepekaan, dan bahan bakar pun tak boleh sembarangan.
Suroso mengakui, keuntungan
penjualan kopi cap 555 dalam tahun terakhir ini, permintaan kopi terus
mengalami peningkatan, tak heran harga kopi dipasaran selangit. “Sekarang, bisa
sampai di atas Rp 50 juta per kwintal kopi kering,”. Meski begitu, kami tetap
pada harga lama kopi 50 gram Rp 3000 harga pada ecerannya,” Ujar Suroso dengan
ekspresi beryukur. (yar)